Nama :
Santi Santini
NPM :
26210362
Kelas : 2EB2O
Tulisan Ilmiah Populer
Tulisan Ilmiah Populer adalah karya
tulis yang berpegang kepada standar ilmiah, tetapi ditampilkan dengan bahasa
umum sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam. Dengan pengertian seperti
ini, benar bila dikatakan bahwa ilmiah populer adalah sarana
komunikasi antara ilmu dengan masyarakatawam.
Gaya Penulisan Karangan Ilmiah Populer, diantaranya :
Gaya Penulisan Karangan Ilmiah Populer, diantaranya :
1. Agar mudah dicerna pembaca secara
lebih luas, karangan ilmiah populer hendaknya ditulis dengan panjang kalimat
dan panjang paragraf yang sesuai pembaca dari berbagai lapisan masyarakat.
Sebaiknya kalimat pada artikel ilmiah populer terdiri atas paling banyak 20
kata untuk meningkatkan keterbacaan untuk pembaca pada umumnya.
2. Sekalipun penulis artikel ilmiah populer
seorang iptekwan, tetapi hendaknya hindari penggunaan terlalu banyak
istilah-istilah teknis. Pembaca majalah atau surat kabar tidak mempunyai
tingkat pendidikan seperti penulis, hingga jangan menggunakan kata-kata yang
tidak akan dimengerti. Bila suatu istilah tidak tergantikan oleh kata yang
kurang teknis, hendaknya definisi perlu diberikan bersama istilah tersebut.
Pemahaman terhadap isi artikel akan menyebabkan pembaca menyenangi apa yang
dibacanya dan merasa nyaman dengan majalah atau surat kabar pemuatnya secara
keseluruhan.
3. Gunakan bahasa yang kolokial
(informal) untuk mengembangkan “hubungan yang dekat” antara penulis dan
pembaca. Buat pula agar pembaca merasa sedang berdialog secara sejajar dengan
penulisnya, bukan sedang diajari oleh seorang pakar. Oleh karenanya dianjurkan
untuk menggunakan lebih banyak kalimat aktif untuk menciptakan hubungan
informal. (Catatan: Laporan ilmiah standar umumnya ditulis dengan kalimat pasif
untuk menekankan obyektivitas). Tidak ada salahnya juga menyapa pembaca dengan
“Anda” dan menyebut penulis dengan “Saya” agar hubungan antara penulis dan pembaca
lebih dekat.
4. Tingkatkan dimensi “human interest”
dari artikel ilmiah populer yang ditulis, dengan cara memasukkan unsur
ceritera, anekdot, dan humor pada artikel. Pada dasarnya manusia lebih tertarik
tertarik pada ceritera tentang orang lain daripada obyek lainnya. Oleh
karenanya memberikan sentuhan-sentuhan kemanusiaan pada karangan ilmiah populer
dapat meningkatkan daya tarik artikel tersebut.
5. Gunakan analogi dan metafora untuk
memberikan penjelasan tentang sesuatu proses yang kompleks. Sertakan
ilustrasi-ilustrasi bergambar (pictorial) untuk memperjelas, selingan, dan juga
hiasan, seperti halnya foto (berwarna lebih menguntungkan), diagram, tabel,
gambar, atau karikatur. Foto membantu memberikan paparan detail melalui gambar,
sedangkan gambar umumnya atraktif bagi pembaca. Berikan deskripsi singkat
tentang foto menyertai foto tersebut.
6. Tiap paragraf harus terstruktur dengan cara
yang sama. Paragraf harus mulai dengan kalimat topik, dan lalu diikuti oleh
informasi yang berhubungan dengan topik dalam kalimat topik. Struktur kalimat
perlu diperhatikan dalam menulis artikel.
Contoh :
Waspada dengan Tayangan Televisi
Sebagian besar ahli
setuju bahwa terlalu banyak menonton televisi bisa berdampak buruk bagi
anak-anak yang sudah agak besar. Namun, ternyata, televisi juga bisa
berpengaruh negatif bagi anak-anak berusia di bawah tiga tahun. Hal ini
dibuktikan oleh suatu penelitian yang dilakukan para ahli dari University of
Washington, Seattle, Amerika Serikat. Menurut penelitian tersebut, pada anak
usia balita, menonton televisi bisa memperbesar kemungkinan terjadinya masalah
konsentrasi pada saat anak tersebut berusia tujuh tahun.
Dalam studi yang melibatkan sekitar 1.300 orang anak tersebut dilakukan
perbandingan jumlah jam menonton televisi selama tiga tahun pertama usia
anak-anak tersebut dengan munculnya masalah konsentrasi pada saat mereka
berusia tujuh tahun. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa setiap
tambahan satu jam dari jumlah rata-rata menonton televisi setiap harinya,
risiko terjadinya masalah konsentrasi pada saat anak berusia tujuh tahun
bertambah hingga hampir 10 persen. Ini berarti, anak usia balita yang menonton
televisi sekitar delapan jam sehari mempunyai risiko mengalami masalah
konsentrasi sekitar 80 persen lebih besar dibanding anak yang tidak pernah
menonton televisi. Hipotesis mereka tentang basil tersebut adalah cepatnya
perubahan gerak dan gambar di televisi yang berpotensi merusak fungsi otak
anak-anak.
Lalu, apakah itu berarti anak-anak sebaiknya tidak usah diperbolehkan
menonton televisi? Para ahli yang terlibat dalam penelitian ini menyarankan
agar anak¬anak sebaiknya tidak dibiarkan menonton televisi selama dua tahun
pertama usia mereka. Sedangkan selanjutnya, mungkin boleh-boleh saja membiarkan
anak menonton televisi, namun dibatasi jumlah jamnya. Selain itu, jangan lupa
menyeleksi jenis acara yang boleh ditonton. Cobalah mengalihkan perhatian si
kecil ke kegiatan lain yang tidak kalah menarik, sehingga ia tidak banyak
menghabiskan waktu di depan televisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar