Nama : Santi Santini
Npm : 26210362
Kelas :4 EB 20
PERPAJAKAN AKUNTANSI
INTERNASIONAL
Masing-masing negara berhak
untuk menentukan pajak dalam batas kenegaraannya yang mengakibatkan perbedaan
perpajakan di tiap-tiap negara, selain juga disebabkan perbedaan budaya dan
pemaksaan pajak. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan dalam penentuan pajak
dan penentuan biaya.
Keseimbangan dan netralitas
Prinsip equity menyatakan dalam
kondisi sama pembayar pajak hendaknya dibebankan pajak yang sama sedang
netrality menyatakan pengaruh pajak hendaknya tidak memiliki imbas dalam
pengambilan keputusan bisnis.
Sumber pendapatan
Sumber pendapatan dikelompokkan
dalam dua kelas yaitu sumber pendapatan dalam negeri dan luar negeri. Sumber
pendapatan luar negeri adalah hasil ekspor barang dan jasa termasuk dari cabang
di luar negeri dan dikenai pajak pada saat pendapatan diakui. Pajak cabang LN
dapat dikenakan dengan menggunakan dua metode yaitu pendekatan teritorial dan
worldwide. Pendekatan teritorial berprinsip pajak dikenakan di negara asal di
mana pendapatan di dapat. Pendekatan worldwide dikenakan baik pada penghasilan
dalam maupun luar negeri (pajak berganda).
Penentuan biaya
Penentuan biaya berpengaruh pada
besar pajak. Jika R dan D dikapitalisasi maka pajak penghasilan akan
berlangsung selama masa pengakuan nilai sampai habis dalam penghapusannya. Jika
diperlakukan sebagai biaya hanya berpengaruh pada periode tertentu sehingga
berdampak pada pajak langsung. Perbedaan penentuan umur aset akan menentukan
besar biaya. Aset didepresiasi lebih pendek berakibat pada biaya menjadi lebih
besar dan pajak lebih kecil.
Tipe-tipe pajak
1. Corporate
Income Tax, dua pendekatan yang digunakan sistem klasik yaitu pajak dikenakan
jika penghasilan sudah diterima dan dicatat subyek pajak. Dan sistem integral
yaitu mengeliminasi pajak berganda lewat dua metode yakni split rate dan
imputansi.
2. With
Holding Tax, penghasilan yang dihasilkan perusahaan anak di LN dikenakan pajak
negara itu, sedang dividen yang dikirim ke perusahaan dikenakan pajak negara
tempat perusahaan induk berada.
3. Indirect
Tax, pajak tidak langsung dikenal sebagai pajak pertambahan nilai. Konsep
mendasari adalah bahwa pajak dikenakan pada tiap tahap produksi. Pertambahan
nilai didapat dari penghasilan barang dikurang nilai input, tetapi PPn bukan
pajak penjualan.
Perencanaan pajak internasional
Ekspor, FSC memberi kesempatan
dan menyediakan keuntungan pajak. Jika perusahaan menentukan lisesnsi untuk
teknologi LN harus memperhatikan with holding tax dan tax treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan induk untuk mengurangi beban pajak. Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat dikompensasi ke perusahaan induk. Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan induk untuk mengurangi beban pajak. Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat dikompensasi ke perusahaan induk. Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax treaty.
Doernberg (1989) menyebut 3
unsur netraliats yang harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional:
1. Capital
Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita
berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada
bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai
bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung
pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur
kredit pajak luar negeri.
2. Capital
Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun
investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam
negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi
di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak
Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah
Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang
melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National
Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan
yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan
boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Mengapa terjadi pemajakan
berganda internasional?
Pemajakan berganda terjadi
karena benturan antar klaim pemajakan. Hal ini karena adanya prinsip pemajakan
global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan
dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen
(negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial
(source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber
penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan
pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua
kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya
cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus
Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam
negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia. Bentokran klaim lebih
diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama
mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang
menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di
Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke
rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura
sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya
pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari
pemajakan berganda internasional?
1. Tax
Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian
antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi
antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya
berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak
bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa
tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya
boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk
passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki
namun terdapat pengurangan tarif.
2. Kredit
Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri
dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia
diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas:
Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua
penghasilan
Apa saja masalah-masalah dalam
pemajakan internasional?
1. Transfer
Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke
perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih
rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih
rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga
yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk
mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT
A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke
B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga
yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah
namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual
rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B
Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak
fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan
DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty
Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak
berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan
pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak.
Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat)
dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax
treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di
negara yang menandatangani tax treaty.
3. Tax
Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak
secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah
membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara
tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain
Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll.
Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax
avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya.
Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal
18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Sumber :
Prof. Gunadi.
2007. Pajak Internasional. LPFEUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar